Thursday 25 February 2010

Sequel of Mad Life

Mad Life II


(Nina, Sandy dan si kembar Pad & Ted yang sudah berhasil melalui perjuangan berat ujian sekolah kini kembali dalam petualangan baru.)

Nina tengah menikmati segarnya udara pagi bersama pudelnya ketika seseorang memegang pundaknya dari belakang. Ia menjerit seakan dunia kebelah empat.

“Whoa!!!” seru seseorang yang suaranya tak asing lagi ditelinganya.

“Pad!!” pekik Nina tak percaya. “Jangan bikin kaget orang pagi-pagi buta!”

Pad baru saja mundur dua langkah karena jeritan dahsyat Nina barusan. “aku justru lebih kaget sama jeritanmu.”

“Makanya jangan bikin kaget…”

“Hai, Patsy.” Sapa Pad begitu melihat pudel kesayangan Nina melingkar dikakinya, Si pudel menyalak girang.

“Namanya Brenda. Mau apa pagi-pagi kesini?” tanya Nina mendadak jadi jutek. Ia jadi bad mood mengingat Pad selalu membawa kabar buruk untuknya.

Pad berusaha memperbaiki mood Nina dengan menceritakan lelucon untuknya. “Ada sepasang kakek nenek yang percaya bahwa sumur dibelakang rumah mereka itu keramat. Makanya suatu hari mereka mendatangi sumur tersebut untuk meminta keinginan. Setelah si kakek selesai berdoa, nenek lalu berdoa. Saking tekunnya ia berdoa ketika si kakek menepuk pundaknya, ia langsung tercebur dan mati tenggelam. Si kakek berkata, Wow, benar-benar terkabul! Sungguh sumur keramat.”

Nina tertawa mendengar cerita pad tapi kemudian langsung berhenti ketika dilihatnya Pad terdiam.

“Kau tahu?” tanya Pad, wajahnya serius. “Itu sebenarnya kisah nyata kakek dan nenekku.” Ungkapnya.

“...”

“Oh ya,” Pad baru ingat tujuannya datang ketempat Nina, “Kami akan berlibur dirumah kakek, kau mau ikut? Ted sudah mengajak Sandy.”

Meski takut dengan sumur keramat si kakek tapi Nina merasa berlibur bukan hal yang buruk, maka ia setuju untuk bergabung.

“Oke deh, besok aku jemput. Bye Nina, bye Blender!”

“BRENDA!!!”

Besoknya...

Keluarga Pad dan Ted yang berisi Ayah, Ibu, Pad dan Ted ditambah dengan Nina dan Sandy siap berangkat menuju rumah kakek.

“Kurasa kita akan bosan disana. Rumah kakek dikelilingi hutan dan sama sekali tak menarik.” Ujar Pad.

“Entahlah, pad. Mama rasa kakek punya beberapa permainan kuno, atau mungkin ada keponakan cilik yang bisa kalian cubit-cubit.”

Memang ada keponakan, Mom.” kata Ted mengingatkan.

“Siapa ya namanya?” tanya Papa. “Rosa? Recca?”

“Itu loh mirip kayak nama pemain sinetron, si Asmirandah.” Ucap Mama. “namanya Markonah!”

“Bukan, Mom...” desah Pad.

“Mom memang pelupa.” Ted menjelaskan pada Nina dan Sandy. “Dia bahkan pernah membawa pulang anjing herder tetangga mengira itu adalah Ted.”

Yeah, tidak heran melihat kau juga sama pikunnya.” Timpal Sandy.

Rumah kakek Pad & Ted lebih cocok disebut vila angker, besar dan terkesan menakutkan. Semuanya terbuat dari kayu dan setiap senti yang kau injak akan menimbulkan derit mengerikan yang akan membuatmu terlompat setinggi 3 meter. Apalagi ketika mereka masuk kedalamnya, terdapat sensasi aneh, seperti ada bau yang membuat bulu kuduk merinding. Atau mungkin itu karena Ted baru saja meninjak kotoran sapi.

Hari-hari berikutnya Pad, Ted, Nina dan Sandy hanya menghabiskan waktu dengan menonton film. Pad dan Ted menjerit-jerit sepanjang film, sambil kejang-kejang mereka teriak, “Ada setannya!”, ditengah film Nina dan Sandy bilang, “Pad, Ted! Ini bukan film setan. Memang muka aktornya begitu.”

Begitulah liburan mereka habiskan dirumah kakek, namun dihari terakhir kejutan menanti mereka. Nina dan Sandy mendengar keributan di luar dan segera mengecek keadaan, ternyata seluruh keluarga Pad dan Ted sedang berkumpul membicarakan sesuatu.

“Ada apa sih?” tanya Sandy.

Ted berusaha keras keluar dari kempitan ayahnya. “Mercedes hilang.” Katanya setelah berhasil lepas dari jambakan kakeknya yang histeris.

“Mercedes punya siapa?” tanya Nina bingung mengingat tak ada diantara mereka yang bawa mobil mercedes.

“Siapa apa?” tanya Ted lebih bingung.

Nina merasa seperti sedang main teka-teki silang.

“Mercedes itu nama keponakan kami.” Pad tiba-tiba muncul dan menerangkan.

“Kau menamakan keponakanmu dengan nama mobil?” tanya Sandy.

Dan kau menamakan ikan lele mu Puspus.” timbrung Ted.

“Puspus bukan namanya, itu cuma panggilan, namanya Pussy.” Kilah Sandy.

Sementara itu kita tengok keadaan mercedes 2 jam yang lalu.

Mercedes tengah asik bermain dengan teman-temannya di taman ketika sebuah mobil berhenti tepat didepan mereka dan segerombolan orang berpakaian seperti mafia keluar dari mobil.

“Siapa yang bernama Mercedes?”

Demi keselamat jiwa masing-masing, keempat anak kecil tak berdosa serempak menodongkan kesepuluh jari mereka ke arah Mercedes. Maka sedetik kemudian Mercedes pun diculik.

Sementara itu di kediaman kakek...

Telepon berdering, polisi menyuruh kakek yang mengangkat telepon tersebut. Ternyata itu dari si penculik.

Cucumu ada padaku. Jika tak mau dia mati, bawa uang 10 juta kedalam hutan. Kuberi kalian waktu 3 jam dari sekarang!” kata si penculik. Ketika telepon hendak ditutup, polisi menyuruh kakek mengulur waktu.

Tunggu! 3 jam terlalu singkat beri kami 10 jam.” Pinta kakek.

Tujuh jam saja!” kata si penculik.

Delapan!” seru kakek bersikeras.

Sembilan!”

Sepuluh!”

Sebelas!”

Maka berlangsunglah acara negosiasi yang menghabiskan waktu yang nggak wajar.

Saat itu tak ada yang tahu kalau Nina dan yang lainnya sedang merencanakan sesuatu. Keempat anak itu dengan tekad yang nekad menerobos hutan dan berhasil menemukan sebuah gubuk tua yang merupakan tempat persembunyian para penculik tersebut. Sekarang mereka sedang menyusun rencana di semak-semak.

“Pad dan aku akan alihkan perhatian si penculik itu sementara Ted dan Sandy akan masuk dan menyelamatkan mercy. Mengerti?” kata Nina.

“Nggak usah repot-repot. Aku undang kok ke dalam!” kata si penculik dari belakang mereka. Ternyata Nina tidak sengaja menginjak kaki si penculik yang sedang menekuni pipisnya disemak-semak.

“Paman!!!” seru mercedes begitu melihat Pad dan Ted muncul.

“Tenang, sayang. Kami datang untuk menyelamatkanmu.” Seru Ted percaya diri tapi dengan mulut dibekap lakban dia hanya bisa mengeluarkan desahan ambigu.

Setelah perjuangan melepas lakban dengan lidah berhasil, Sandy melepas lakban ketiga temannya dengan giginya dan sukses membuat teman-temannya berbicara layaknya manusia.

“Tenang, kita harus tenang. Belum tentu kita langsung dibunuh. Mungkin mereka mau menyiksa kita dulu atau memotong-motong kita kecil-kecil dan dicelupkan kedalam adonan lalu digoreng, dikemas, dan dijual dijalanan. Disaat seperti ini kita tidak boleh panik!!!” jerit Pad.

“Pad, kau justru membuat kita panik.” Ujar Nina berusaha keras menahan godaan menginjak-injak si kembar. Nina berusaha keras memikirkan cara, tapi sulit untuk berpikir jernih ketika kau terikat satu tali dengan tiga kawanan idiot yang menjerit-jerit (baca : Pad, Ted, Sandy).

Tiba-tiba listrik padam. Sebuah jeritan melengking membuat Nina tersentak. Awalnya ia mengira Mercedes atau Sandy yang menjerit tapi kemudian dia melihat Ted menciut di sebelahnya. Mukanya menunduk, bibirnya manyun. Entah karena dia sedang panik atau memang wajahnya dari dulu abstrak.

“Apa dia baik-baik saja?” bisik Nina pada Pad yang terikat disisi kirinya (Pad disisi kanannya). Nina menoleh dan melihat Pad sama jeleknya, maksudnya, sama pucatnya dengan Ted. “Apa kau baik-baik saja?”

“Kami bibliophobia...” bisik Pad lemah.

“Maaf?” Nina bengong, apakah karena tegang kupingnya mendengar Pad berbicara dengan bahasa ikan?

“Kami punya penyakit bibliophobia.” Kata Pad lebih keras.

Oh, apa itu?” tanya Nina merasa asing dengan penyakit itu. “sejenis ketakutan pada gelap atau apa?”

“Itu phobia buku.”

“Dan apa hubungannya?” Nina makin bingung.

“Kegelapan membuat kami teringat pada perpustakaan sekolah!” pekik Ted.

“...”

“Dengar, mumpung lampunya mati sebaiknya kita cepat-cepat melepas tali ini.” Bisik Sandy.

“Gigit, Ted!” perintah Pad yang sudah sadar dari bibilia atau biri-biri atau apalah itu. “Gigimu kan setara gergaji”.

Ted mulai menggerogoti tali yang mengikat mereka berempat bersamaan, “Ouch!” Pekik Pad tiba-tiba. “Apa sih yang kau gigit?” geramnya sambil mengelus-elus pantatnya.

“Oops, sorry, bro.”

Pats! Lampu menyala tepat setelah mereka berhasil melepaskan diri tapi ternyata Mercedes sudah tidak ada ditempatnya.

“Tidak! Mercedes!!!” seru Ted tak percaya. “Mercedes, dimana kau?”

“Kau sedang menginjaknya, Ted!” seru Sandy menghentikan Ted dalam usahanya menggepengkan keponakannya sendiri.

Si penculik sadar ada yang nggak beres dengan tahanannya, ia pun kembali keruangan tempat dia menyekap mereka. Namun….

“Mundur! Jangan macam-macam aku bawa senjata.” Ted berseru pada si penculik, tangannya mengacung-acungkan kamus dengan mantap.

“wow, Ted, kau terlihat galak pegang-pegang kamus saku. Darimana kau dapat itu? Aku tidak ingat kau pernah beli kamus.” Kata Pad.

Tadi dikasih kakek. Dia bilang mungkin akan berguna.” Sahut Ted.

“Kau bilang pada kakek kalau kita ke gubuk ini?” seru Nina tak percaya. “Wow, Ted, kau jenius! Sekarang mungkin mereka sudah dalam perjalanan kesini, kita tinggal ulur waktu saja.”

“Caranya? Asal kau tahu kita cuma punya dua cara, suruh Pad pura-pura pingsan atau pingsan beneran.” Ujar Sandy.

Nina melihat sekelilingnya mencari sesuatu sebagai senjata. Setelah beberapa menit berdiri terkepung Ted mencapai limit paniknya dan melempar kamus sekuat tenaga hingga mendarat tepat disalah satu kepala pengepung mereka. “Wow, ternyata kamus itu berguna juga.” Decak Ted.

“Sekarang, Pad!” seru Nina. Pad mengambil kesempatan ketika pengepungnya kaget dengan serangan kamus barusan dan langsung memukul kepala sisa pengepungnya sekuat tenaga dengan penggorengan.

“Kau harus belajar untuk tidak menyekap korbanmu di dapur.” Ujar Pad pada penculiknya yang terkapar habis dicium penggorengannya sendiri, “bersyukurlah aku tidak pakai tabung gas untuk memukulmu.”

10 menit kemudian polisi datang mengambil alih. Dan itulah akhir dari liburan panjang empat sekawan tersebut dirumah kakek Pad & Ted.

No comments:

Post a Comment